Jumat, 27 September 2013

Absis Kita


Kuasa kita memandang hamparan cerita
Namun sayang, koordinat kita berbeda
Garis sumbu kita bertentangan

Kita dekat.
Sangat dekat.
Namun tak tersentuh, tak terlihat
Kita absis. Pada tapak-tapak kita
Pada ukiran sejarah kita
Mungkin..semesta belum merestui untuk kita menjadi equivalen
Perjuangan hanya pada sebatas bait doa dan tasbih
Serta kepingan memori yang (sekali lagi) semu

Kita. Kamu, aku. Dengan pertemuan yang buta
Kita. Kamu, aku. Dengan secangkup mimpi tak berarah
Hening kita tak tereja, dengan ether yang berkata-kata
Kita. Kamu, aku. Luka yang sama pada jajakan kalam berselubung cinta..
ketikan maya sebuah cita, 26 September 2013

Label:

Kamis, 26 September 2013

Tentang cerita : "Kita" takkan ada!



Entah sejak kapan, aku berpikir jika aku mampu menghadapi masalah hatiku sendiri. Aku tak sadar bahwa apapun yang kulakukan saat itu akan berdampak pada kehidupanku kelak. Dan yang aku sayangkan, mengapa aku tak segera sadar dan membiarkanmu memasuki sisi lain dariku yang mungkin aku sendiripun tak mengetahuinya. Sisi gelap yang kelam, yang rapuh dan menjadi kelemahanku, hingga kini. Beribu cara, yah beribu cara! Sisi lainku menghentak tajam dan berontak, namun aku mengacuhkannya. Aku percaya bahwa semua akan baik-baik saja. Tapi ternyata tidak. Sama sekali tidak! Kesalahan terbesar yang membiarkanmu menjelajah dihatiku dan mengobrak-abriknya sekaligus. Tanpa jeda, tanpa jejak. Membuatku jatuh terpuruk dan mengacuhkan fakta yang ada. Aku sudah terbius olehmu. Oleh semua tentangmu. Bahkan akupun tak dapat lagi menolak pesonamu, seolah ada belenggu yang mengikatku. Sisi lainku terus berontak, menerjang tanpa ampun. Namun aku tetap disini. Tak bergeming sedikitpun.

5 april 2012
“maukah kau menjadi kekasihku kembali? Izinkan aku membenahi kesalahanku dimasa lalu.”
Itu pesan singkat yang kuterima darimu. Cukup. Sangat cukup untuk membuat jantungku amnesia untuk beberapa saat. Aku memang membiarkanmu masuk kedalam hatiku terlalu jauh dan membiarkan diriku sendiri tenggelam terlalu jauh pada lautan hatimu pula. Tidak ada kata lain yang bisa kuucap selain “iya”. Yah, hanya itu. Mataku seolah buta, rasaku seolah mati dan akalku seolah lenyap. Aku tak mendengar nyanyian sumbang para malaikat disekelilingku. Aku tak melihat sinyal-sinyal tajam dari dewa-dewa yang melindungiku. Aku benar-benar mati. Bahkan nurani yang berteriak sekeras peluit perahupun tak kuhiraukan. Aku tetap merasa bahwa aku benar dan aku memenangkan permainan ini. Namun Tuhan berkata lain dan membuka pintu hatiku.

8 april 2012
Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Tentang pendar matamu, tentang raut bahagiamu dan tentang sikap tubuhmu. Semua mengarah pada satu tujuan. Bukan aku tapi dia. Gadis itu. Temanku sendiri. Aku baru tersadar akan kebodohanku selama ini. Aku hanya bisa diam mematung melihat hal itu, karena memang hal itu yang bisa kulakukan. Aku membiarkanmu terbang jauh dengan anganmu sendiri dan membiarkanku terpuruk dalam sesalku sendiri. Ingin aku berteriak tanpa jeda, sekuat mungkin. Namun sia-sia. Aku tetap tidak bisa melupakanmu, melupakan kenangan itu, melupakan masa lalu, kita.
Aku menyesalkan keadaan, yang selalu mengingatkanku tentang dirimu. Seberapa keraspun aku menghindar, kau tetap hadir dalam kehidupanku, seolah kau membayangi setiap kegiatanku. Mungkin hal ini terkesan hiperbola. Tapi itulah fakta! Itulah kenyataan! Beberapa kali kucoba tuk mengikat diri dengan yang lain, tapi tetap saja aku tak berhasil. Aku hanya akan menyakiti mereka. Dan aku tak ingin menjadi sepertimu yang selalu membayangi dan dibayangi. Mencoba tuk meyakinkan diri? Sudah kulakukan. Hasilnya? Ada, tapi tak sempurna. Semua orang seolah mengejekku dengan sindiran-sindiran halus mereka. Dan sekali lagi aku hanya bisa diam.

11 april 2012
“aku menyukai temanmu yang manis itu, boleh aku mendapatkan nomor teleponnya?”
Pertanyaan yang bagiku adalah pernyataan darimu itu menyirap seluruh sel-sel tubuhku. Hatiku bergemuruh dahsyat. Tidakkah kau pikirkan perasaanku yang saat itu berstatus sebagai kekasihmu? Tidakkah kau tahu, luluh lantaknya hati ini? Kau berkata padaku langsung seolah diantara kita tidak terjadi apa-apa.  Mungkin jika kau hanya meminta nomor teleponnya, akan aku berikan padamu secara cuma-cuma. Namun pernyataan bahwa kau suka padanya membuatku lebih memilih untuk berbohong.
Entah mengapa, melepas seorang sepertimu yang seharusnya mudah dilepas tidaklah segampang yang ku pikirkan. Entah mengapa pula, aku tetap bertahan walaupun beribu-ribu atau bahkan mungkin berjuta-juta luka kau berikan padaku. Terkadang sekelibat pikiran muncul dalam benakku bahwa ini adalah permainanmu yang ditujukan khusus untukku agar bisa membencimu secara keseluruhan. Namun terkadang pula, ada selaan nada pembelaan untukmu yang juga kerap kali muncul dibenakku. Dan itu membuatku makin tersesat pada alam baru. Perdebatan dengan diriku sendiri.

14 April 2012
Aku melihatmu, berboncengan dengan seorang gadis yang kau sebut kakak dari mantanmu yang lalu. Pada awalnya aku menyakinkan diriku sendiri bahwa itu memang bukan kamu. Namun pesan singkat darimu yang kuterima beberapa saat kemudian membuatku hancur untuk yang kedua kalinya. “..anak-anak sepermainan, kakak mantanku.” Itu katamu. Dengan muka tanpa dosa, dengan suara tanpa beban. Kau membonceng gadis lain untuk mengantarnya pulang, sedangkan aku, kekasihmu sendiri, kau biarkan menunggu sesuatu yang samar. Sendiri. Dibawah terik matahari. Keterlaluan! Sungguh! Jikalaupun ada kata yang lebih sadis dari itu, mungkin akan ku teriakkan juga. Namun tetap saja nyaliku selalu menciut, suaraku selalu tertahan diambang batas kerongkonganku lalu hilang begitu saja bagaikan angin menerbangkan debu. Sebegitu besarkah pengaruh jeratmu padaku? Hingga aku tak tahu lagi mana yang benar dan mana yang samar?
Hingga detik ini tak ada 1 pesan masuk darimu di inbox handphoneku. Untuk sekedar menyapa ataupun menanyakan keadaan. Berbanding terbalik dengan dirimu yang dulu, yang selalu ada untukku. Terkadang rasa ini membuatku begitu terpuruk dalam keadaan yang memprihatinkan. Dan tanpa aku sadar, ada banyak tangan-tangan malaikat yang membantuku tuk bangkit kembali. Memapahku dari ketidakberdayaanku. Merawatku dari lukaku. Memberiku perlindungan dan rasa nyaman. Meskipun para malaikat itu terikat dengan yang lain mereka tetap peduli. Sering aku mempunyai angan-angan untuk memiliki mereka. Yang benar-benar bersih, putih, polos dan suci. Namun, mungkin aku kan terkutuk setelah memilikinya. Memiliki orang yang tak berdosa, tak mengerti apa-apa. Dan itulah yang membuat mereka tetap bertahan dengan ikatannya masing-masing. Meski badai menghadang dan angin besar menerjang. Mereka tetap bisa tersenyum tulus dan menyabarkan hati. Berbeda 180° denganku. Aku hanya bisa menggunakan topeng kepalsuan dan membungkus diriku dengan kepura-puraan semata. Namun dibalik itu, aku hancur. Sangat-sangat hancur. Aku tidak bisa berhenti menghardik diriku sendiri sampai aku benar-benar bisa melupakannya dan menemukan penggantinya. Aku memang bodoh. Aku menciptakan perang dingin dengan diriku sendiri dan menyerah pasrah pada sesuatu yang biasa disebut cinta, atau mungkin nafsu? Karena hakikatnya cinta tak pernah menyakiti namun memberi warna serta jiwa pada setiap kehidupan manusia. Tidak ada 1 kata filsuf manapun yang meresap pada diriku untuk saat ini dan kebijaksanaan seolah menjauh perlahan dariku. Hanya karena kamu. Yah, kamu! Sampai kapan aku akan bertahan dengan rasa sakit ini? Sampai kapan aku selalu berusaha bangkit dari keterpurukanku? Sampai kapan aku membuang sia-sia rasaku padamu? Semua hanyalah dengungan pertanyaan yang takkan pernah terjawab dan hanya akan kembali memantul. Selalu dan begitu, tanpa henti. Karena rasa ini telah mati, karena jiwa ini telah hilang, karena harap ini telah musnah, karena semua hanya kesemuan belaka. Tanpa awal yang indah, dan tanpa akhir yang pilu. Semua hanya perjalanan. Perjalanan jiwa dan pikiran masing-masing. Karena bukan hatimu yang kumiliki, tapi hanya sebuah raga hampa. Keyakinanku akan kisah kita yang pasti pudar perlahan tanpa meninggalkan jejak sama sekali pasti kan terjadi. Kita bukanlah 1, meski kita kesatuan. Kita tidaklah bersama, meski kita menggenggam. Kita bukanlah pasangan meski “kau”dan “aku”. Karena kita dua cabang yang berbeda jalur. Karena kita sama-sama bersembunyi pada kesemuan kisah semata dan.. Karena, semua, takkan ada lagi..

Label:

Tintaku Tak Bergaris, namamu



Aku mencumbu dalam tiap mimpi di tidurku
Mematik hangat pada tiap sentuh lembut kata di riak hari
Arus kita yang berbeda!
Menabrak dan mendegradasikan rasa di tiap lapis langit
Di rahimmu, nisan rinduku mematuk.
Pula dengan sinyal-sinyal berfrekuensi rendah
Mungkin pesan cinta sedang ingin bersua
Kulihat kamu diujung pintu, mematung!
Oh, aku salah membaca sinyal!
Aku..bukan destinasi.
Diantara lelehan darah, 25 september 2013

Label:

Apel (maaf) : kesalahan masih mengunci hatiku



Masih cerita yang sama tentang luka, masa lalu dan cinta. Dipersembahkan dalam sebentuk puisi yang mungkin dapat mewakilkan cuap-cuap hati yang tak tersampaikan. Inspirasi yang datang oleh orang yang sama, Ismatul Habibatul Rohmah. Terimakasih untuk ukiran imaji yang tiada terkira.

Ketika aku termenung dalam sendiri
Aku melangkah tanpa arah, mencari sebuah alasan untuk merasakan bahagia
Dan aku harus berhenti di saat bahagia belum kuraih
Sejenak, ku istirahatkan hati yang letih
Karena perih…

Belum sempat ku kumpulkan kekuatan tuk melanjutkan perjalanan
Kamu…datang menjengukku
Aku masih tak mengerti
Mengapa masih kau hiasi hatiku dengan cinta kasihmu
Sementara aku…
Aku telah merobek degradasi indah yang kau cipta di langit-langit hatiku
Jujur… aku bahagia akan kedatanganmu
Tapi, aku..
Aku merasa tak pantas jika harus kembali memilikimu
Luka itu, terlalu dalam ku beli
Sakit itu, masih tampak dalam keraguanmu menyentuhku
Aku ingin sekali bersamamu hingga akhir waktu
Tapi…
Aku tahu diri!! Kau pernah ku lukai
Maka…jangan cintai aku lagi

Biarkan aku memelukmu dalam diamku
Biarkan aku menciummu dalam pejam mataku
Dan biarkan derita ini berakhir sendiri tanpa harus kau temani
Meski aku menjauh dari dekatmu
Tapi hakikatnya hati ini masih milikmu
Tetap mencintaimu…
Tanpa batas waktu
21 Juli 2013-beserta gaungan adzan isya’

Label: