Absis Luka Tapak Semeru
Awalnya, aku hanya menganggapmu sebuah cadangan untuk
menambal perasaan hati yang gelisah. Tak pernah terbersit sekalipun tentang
kamu yang berani mencuri secara diam-diam hati yang telah salah ku titipkan. Ku
sebut kamu pelarian, namun nyatanya aku salah! Hatiku yang telah dilarikan
untuk yang kedua kalinya. Kali kedua yang juga salah, karena itu olehmu…
***
SRUUK!!! Debu dan pasir mulai memenuhi rongga hidungku.
Panas sekali rasanya. Bersamaan dengan itu, kudengar gemuruh tawa membahana
dibelakangku. Sial! umpatku dalam
hati. Gemuruh tawa yang terdengar pun makin menjadi dan tak terkendali.
“Udah puas ketawanya? Bantu gue berdiri napa? Sakit nih!
Jangan cuma ketawa aja.” ujarku sebal.
“Habisnya lo kaya nikmatin banget posisi jatuh lo. Kita
kan jadi gak tega buat ngebantuinnya. Haha.” celetuk sebuah suara yang sangat
nyaring dari gemuruh tawa tersebut..
“Gitu? Jadi kalian lebih suka kalo gue ciuman sama tanah?”
“Hmm… Bisa jadi, haha.” ujar suara yang lain.
“Kambing lo!” umpatku.
Tiba-tiba sebuah tangan kokoh terulur ke arahku,
bermaksud untuk membantuku berdiri. Sebuah tangan milik seseorang yang tak
kudengar suara tawanya di antara gemuruh tawa membahana beberapa saat lalu.
“Makanya hati-hati kalau jalan, nanti jatuh.”
“Lo gak lihat tadi? Gue udah jatuh loh! Apa perlu
direplay nih?” ujarku dengan memasang wajah innocent.
“Haha boleh juga!” ujarnya dengan tawa yang lebih keras
dari gemuruh tawa yang kudengar.
“Sialan lo! Gue kira lo bener-bener simpati sama gue,
ternyata sama saja!” ujarku sambil memayunkan bibir.
“Oke oke, maaf. Ayo lanjutkan perjalanan.” Timpalnya.
Akupun mengamit tangannya dan bangkit dari posisi jatuhku. Debu yang menempel
pada bajuku hanya ku kebas seenaknya dan menimbulkan gumpalan debu lain – yang
lebih padat – disekitarku.
“Debunya, sumpah! Tebel banget! Andaikan debu-debu disini
itu emas, pasti pulang dari sini gue jadi jutawan.”
“Kalau debu disini itu emas, gunung ini gak bakalan jadi
gunung tertinggi di Pulau Jawa. Keburu habis duluan dikeruk sama penduduk lokal.
Gue heran, baru pertama kali gue lihat efek jatuh kayak gini. Lo beneran gak
apa-apa?” ujarnya dengan wajah khawatir.
“Haha gak tau nih. Otak gue mendadak konselet.” ujarku
dengan tampang acuh tak acuh.
Yah, aku memang sedang berada di Gunung Semeru. Lebih
tepatnya dijalur pendakian menuju Ranu Kumbolo, bersama teman-temanku.
Rombonganku terdiri dari 5 orang cowok dan 2 orang cewek, termasuk aku.
“Jadian di jalur pendakian Mahameru keren kali ya?
Apalagi ditembaknya pas didepan Tanjakan Cinta.” ujarku asal.
Mendadak keenam pasang mata menatapku lekat dengan
guratan bingung yang terlihat jelas. Refleks aku pun menutup mulut dengan
tanganku sendiri. Entah mengapa, mendadak mulut ini tidak dapat berhenti
berucap seenaknya. Sepertinya otakku memang benar-benar konslet akibat jatuh
tadi.
“Tak apa. Lupakan saja ocehanku tadi. Otakku sedang konslet.”
lanjutku kemudian.
Merekapun tertawa serempak. Deka, ketua rombongan serta
satu-satunya teman yang menolongku tadi, berjalan kepadaku dan mengelus puncak
kepalaku.
“Kepingin banget ya?”
“Ya iyalah, kece tau.”
“Makanya jangan kebanyakan nonton sinetron. Lagian jomblo
kok di pelihara.”
“Sialan lo!” balasku sengit.
Tak terasa aku dan rombongan telah sampai di Ranu
Kumbolo. Perjalanan yang di penuhi dengan saling cela membuat kami tak
menyadari genangan air raksasa di depan mata yang menggoda tubuh untuk segera
berendam disana.
“AAH!! RANU KUMBOLOO!!” ujarku penuh semangat.
Aku pun berlari turun menuju bibir danau. Ku lepaskan
“Carier” ku secara sembarangan dan langsung mencelupkan kaki di air danau yang
sejuk. Segar rasanya.
“AYO NGECAMP
DISINI!!” seruku dengan antusias.
“Ah gak seru! Mahameru masih jauh. Ngecamp di Arcopodo aja!” tolak Yogi, salah satu anggota di
rombonganku.
“Hmm..baiklah.” ujarku lemas.
Perjalanan pun kembali kami lanjutkan. Pula, aku yang
tetap bersama dengan rombongan meski dengan setengah hati dan bibir yang mayun.
Kali ini, tak ada sepatah kata pun yang terucap dari bibirku. Hanya helaan
angin dan derap kaki yang menjadi musik pengiring hingga kami sampai di Cemoro
Kandang.
“Kenapa diam? Biasanya kan lo yang paling cerewet, tumben?
Lagi sakit perut ya?” ujar Deka yang entah sejak kapan telah berdiri di
sampingku. Ku acuhkan keberadaannya. Aku sedang tak ada mood untuk bercanda.
“Beneran pengen jadian di jalur pendakian Mahameru?”
tanyanya lagi. Namun aku masih tak memberi respon.
“Udah dong, jangan cemberut mulu. Nanti bakalan ada
kejutan special buat lo.” tuturnya dengan nada yang lembut.
“Ha? Kejutan apa?” ucapku akhirnya.
“Namanya juga kejutan, ya rahasia.” lanjutnya lagi dengan
senyum penuh misteri.
Ia pun berjalan meninggalkanku dengan senyum setengah
rembulannya yang masih melekat dan membiarkan kepalaku dipenuhi oleh spekulasi
akibat kata-katanya mengenai kejutan spesial, hingga tanpa sadar aku menabrak
pendaki lain yang berjalan didepanku. Beruntung, Kim, spesies cewek terakhir
dalam kelompok kami – selain aku tentunya – yang berjalan dibelakangku,
menangkap lenganku dengan sigap sebelum tubuhku kembali berciuman dengan tanah.
“Eh? Kamu gak apa-apa?” ujar sebuah suara yang asing
ditelingaku.
“I..iya. gak apa-apa. Hehe. Maaf ya.” ujarku gugup. Entah
mengapa mendadak aku merasa ada aliran sengatan listrik bervoltase kecil
disekujur tubuh saat mataku bertemu dengan matanya. Sial! Kece banget ini
cowok. Anak mana ya kira-kira? usik hatiku.
“Beneran gak apa-apa? Kalau capek istirahat aja. By the
way, kesini cuma berdua?” lanjutnya lagi dengan kerutan bertumpuk tiga di
dahinya. Memangnya kenapa dengan sepasang cewek yang ingin berkunjung ke
Mahameru?
“Eh, sorry gue gak bermaksud kepo.
Cuma gue baru liat ada cewek, berdua, ndaki
sampe sini.”
“Gak kok. Gue sama rombongan. Mereka udah duluan.” ucapku
kalem.
“Oh. Mau bareng? Kebetulan gue juga pencar dari
rombongan.” tawarnya.
“Boleh juga!” sahut Kim mendadak. Sialan nih anak!
Maen iyain aja. Gak tau apa jantung gue lagi amnesia gini?
“Tapi kalau keberatan juga gak apa-apa, gue gak maksa.” ujarnya
sambil melirik ke arahku. Seolah mengerti kode mata dari ‘cowok asing’ itu, Kim
menyikutku.
“Eh, iya..maksudku gak. Gak ada yang keberatan. Ayo jalan
lagi. Gue Kara dan ini teman gue Kim. Lo siapa?” timpalku.
“Panggil aja gue Andra.” ujarnya dengan seulas senyum.
Perjalanan yang sempat tertunda pun kami lanjutkan
kembali. Seperti sebelumnya, aku tak banyak bicara. Kali ini kim lebih
mendominasi pembicaraan. Bukan karena aku tak ingin berbicara dengannya, hanya
saja aku masih berusaha mengatur irama jantung yang tak beraturan. Tak terasa,
waktu telah membawa kakiku menginjak tanah Arcopodo dengan 3 jam yang terlewati
penuh oleh kediamanku. Aku sendiri pun tak mengerti, mengapa aku bisa bertahan
untuk tak berucap selama itu. Sihir ‘kejutan’ Deka memang sangat ampuh untuk
membuatku bermetamorfosa menjadi seorang yang bisu.
“Hey, lama banget jalannya. Kita udah lumutan nih nunggu
kalian disini. Eh, itu siapa? Ditinggal bentar aja udah dapet gandengan.” ujar
Deka dengan wajah cemberut.
“Bukan siapa-siapa. Dia ketinggalan rombongan, dan
rombongan kita sepertinya bakalan ketambahan anggota.” tandasku.
“Ya sudah, itu tenda kalian udah kita bikinin. Istirahat
aja kalau capek. Nanti malam kita lanjut ke Mahameru.” lanjut Deka.
Aku tak menyahuti ocehannya. Kulangkahkan kaki tapi tak
menuju tenda, melainkan menuju semak terdekat. Ku jatuhkan tubuhku dan ku
luruskan kaki dengan helaan nafas yang panjang. Andra tiba-tiba berjalan
menghampiriku dan langsung duduk disebelahku.
“Capek ya?” ujarnya
“Gak juga.”
“Sepertinya pacarmu cemburu.” lanjutnya lirih.
Aku yang tak mengerti arah pembicaraan, hanya memasang
tampang bingung sebagai jawaban atas pernyataannya. Pacar? Cemburu? Siapa
yang mau cemburuin gue? Pacar aja gak punya. Dasar tukang kepo. Kataku
dalam hati. Tanpa sadar aku pun tertawa keras. Andra yang ‘terlanjur’ menikmati
kediamanku, langsung melonjak dari posisi duduknya – terkejut – akibat tawa
kerasku.
“Maaf, maaf. Habisnya cara ngomong lo mirip orang yang
patah hati gitu. Deka itu temen gue. Gak perlu ngerasa sok bersalah gitu. Banyak
kok orang yang ngira gue sama dia pacaran, padahal enggak. Dia emang gitu,
ramahnya keterlaluan dan sering bikin orang salah paham. Istilah kecenya PHP.
Kadang gue heran, apa ceweknya gak makan hati tiap hari liat Deka seramah itu
sama cewek lain. Eh, gue ke tenda dulu ya. Kalau lo pengen istirahat, gabung
aja ke tenda cowok. Tenang aja, Deka gak gigit kok.” jelasku.
Aku langsung berdiri dan menuju tenda. Tak kuhiraukan
Andra yang berteriak memanggil namaku beberapa kali. Aku sudah lelah dan ingin
segera tenggelam dalam sleeping bag-ku yang hangat. KRINGG!! Alarm hpku
berbunyi nyaring. Aku mengucek mata dan menguap sejenak. Kulirik jam tangan
yang melingkar di pergelangan tanganku. Pukul 01.00 WIB. Baiklah, saatnya
meneruskan perjalanan!
***
Akhirnya
kakiku menapak di puncak samudra awan. Sunrise Mahameru sangat menggoda mataku.
Sekilas ku lirik Deka yang berdiri tak jauh dariku. Ternyata dia melakukan hal
yang sama. Kamipun bertukar senyum.
“Ayo
balik! Angin sudah mulai kencang! Sepertinya akan ada badai pasir.” teriak
Andra membuyarkan lamunanku. Mau tak mau, kamipun turun. Tanpa beristirahat,
kami langsung menuju Ranu Kumbolo dan mendirikan tenda disana.
“Masih
ingat janji gue tentang kejutan special?” ucap Deka yang tiba-tiba telah
menjajari posisiku menghadap Ranu Kumbolo.
“Masih.
Apa? Jangan sampe gue kepo dan nekat nyeburin lo ke Ranu Kumbolo.” ancamku.
“Woo!!
Santai. Santai. Ini juga mau gue kasih kejutannya.” lanjutnya.
“So? Apa
kejutannya?”
“Emm..gini,
gue mau ngomong sesuatu sama lo. Dengerin baik-baik dan gue gak bakal ngulangin
perkataan gue.”
“Mau
ngomong apa sih?? Kenaikan harga BBM? Gue juga udah tau kali.”
“Gue
seriussss!!!!!”
“Iya-iya.
Gue udah pasang kuping nih.”
“Emm..ituloh..
emm..gue..gu..gue… gue sebenernya suka sama lo sejak lama. Eh, gak juga sih.
Baru-baru ini aja. Tapi gak tau kenapa, rasanya perasaan ini kuat banget ke
elo. Teruus, elo…mau gak..jadi..cewek gue? Hal ini udah gue rencanain sejak gue
jatuh cinta sama elo, cuma gue lagi nunggu waktu yang tepat. Dan ternyata Tuhan
memberikan jalan keluarnya. Elo dan gue disini. Didepan tanjakan cinta yang lo
impikan.” ujarnya lirih.
“Mmm..sebenernya..dulu
gue pernah suka sama lo. Duluu banget, sebelum gue tahu sikap ramah lo yang
berlebihan ke semua cewek. Dari situ gue memutuskan buat berhenti suka sama lo.
Bahkan gue berfikir kalo lo pasti udah punya cewek sekarang. Jadi maaf, gue gak
bisa nerima elo.” ujarku tak kalah lirih.
“Jadi
selama ini spekulasi gue salah? Lo tahu kenapa gue bersikap kaya gitu? Itu
karena gue pengen ngeyakinin hati gue! Ngeyakinin bahwa rasa sayang gue ke elo
gak berat sebelah. Ngeyakinin bahwa lo juga sayang sama gue. Gue tahu dengan
gue bersikap berlebihan ke semua cewek bakal ngejatuhin image gue dimata lo, tapi apapun yang gue lakuin gak ada respon
sedikit pun dari lo.”ungkapnya
“Maaf.
Maaf banget. Tapi hati gue udah terlanjur dicuri sama cowok asing di rombongan
kita…Andra. Andaikan lo bilang sejak awal, mungkin lo adalah destinasi cowok
terakhir gue.” ucapku makin lirih. Aku terdiam sejenak, memberikan waktu
untuknya meresapi keputusanku. Akupun berbalik dan DEGG!! Andra berada tepat 2
meter dibelakangku!!
“Apa
tadi yang lo katakan semuanya benar? Tentang gue? Tentang perasaan lo ke gue?”
Aku
tak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Aku telah skak mat! Andra mendengar
semuanya. Si cowok asing itu mendengar separuh isi hatiku.
“Dengar,
bukannya aku tak menghargai perasaanmu. Mungkin suatu saat aku juga bisa jatuh
cinta kepadamu, tapi untuk sekarang tak ada perasaan special dihatiku untukmu.
Kamu tahu? Tak seharusnya kamu merelakan hatimu dicuri oleh orang asing,
apalagi sepertiku. Tak ada yang istimewa dariku dibandingkan dengan Deka yang
lebih dahulu mengenalmu. Aku tahu, rasa sukamu padaku hanyalah sebagai
pelarian. Semuanya dapat terbaca dari kejora matamu. Apa salahnya memaafkan dan
berhenti merawat kekecewaan?” ujar Andra dengan seulas senyum getir.
Kutelan
dan kucerna dalam-dalam setiap kata dari Andra. Jadi inilah akhirnya? Ditempat ini.
Tempat impian ini. Tanjakan Cinta dan Ranu Kumbolo.
Setapak impian yang ku inginkan habis sudah. Aku kalah. Di jalur pendakian ini
aku dapatkan hatiku kembali dalam kepingan. Aku telah mencapai batasku. Absis.
Dan itu luka. Pada tapak Semeru.
Label: Cerita pendek