Siluet Rasa, Senja dan Bambu
Ini hanyalah sekedar cerita penghilang sesak yang sesaat. Tak ada makna terselubung dibaliknya, hanya mungkin selisip mimpi yang pernah hadir dalam angan-angan.
Selamat menikmati.
Tak pernah aku berfikir jika hari ini akan menjadi hari yang membuatku terkena serangan virus merah jambu stadium akhir. Bagaimana tidak, semua kejadian berloncatan dengan indah bagai candu disetiap gerakku.
Pagi itu, dengan tiba-tiba dia mengirim pesan pendek padaku. Tak seperti biasanya, ia mengajakku berjalan-jalan ke Botanical Garden dan berjanji akan menjemputku dirumah.Aku yg tak mempunyai pikiran apa-apa, pun menyetujuinya. Aku bersiap dan berdandan se-normal mungkin. Tak lama kemudian ia pun datang kerumah dengan kuda besinya. Sesaat, aku tertegun dengan penampilannya yang seperti pangeran berkuda dari negeri dongeng. Tampan dan menawan. Sadar akan ke-terpukauan-ku, ia pun tersenyum dan mengamit tanganku, menuntunku pada kuda besinya. Aku yg tertangkap basah, tersenyum malu. Dan kami pun berangkat.
BOTANICAL GARDEN PURWODADI
Abjad-abjad yang terpampang megah dan angkuh menyambut kedatanganku dengannya. Tiba-tiba dia menepuk pundakku dan mengajakku masuk kedalam Botanical Garden dengan 2 tiket yang entah kapan dan darimana telah bertengger manis ditangannya. Dia tersenyum. Mungkin itu senyum mengejek yang ia tujukan untuk ke-khidmatan-ku dalam menikmati keterbengongan akan tempat ini. Ah, cuek sajalah. Kamipun berjalan beriringan memasuki tempat ini. Yah, hanya berjalan. Namun, hal tersebut tak mengurangi kadar keterbengonganku. Bagaimana tidak, seorang sepertiku yang jatuh cinta pada puncak-puncak megah para gunung, disuguhi miniatur hutannya. Excited! Sangat excited! Saat pohon-pohon besar disepanjang jalan seolah menyapa dan menarikan tarian selamat datang untuk kami.
Beberapa orang yang kami jumpai terkadang menyiratkan pandangan "KEPO" terlebih lagi para penjaja. Beberapa pula yang membawa pasangan hanya cuek saja. Ah, aku tetap tak peduli. Bersamanya, aku mengitari tempat yang luasnya berhektar-hektar ini. Berfoto-foto ria, berlarian, bercanda dan bermetamorfosa menjadi seorang yang autis. Sangat seru!
Hingga siang pun menjelang...
Kami memutuskan untuk makan dan sholat. Beberapa kali kami berdebat tentang jalan pulang (jalan besar). Setelah perdebatan yg menguras ludah, tenaga, dan fikiran kamipun menemukan jalan besar. Kembali kami menyusuri jalan tersebut untuk mencari musholla. Tiba-tiba kakiku terasa sakit. Tanpa berfikir 2x, akupun membuka sepatu yg aku kenakan. Dia yg melihat hal tersebut hanya tertawa dan melakukan hal yg sama dengan dalil ingin menemaniku.
Dan bunga-bunga rasa itupun muncul..
Ah, sungguh baik hati dia. Benar-benar teman yang baik hati. Kami berjalan berdua dengan bertelanjang kaki hingga menemukan musholla. Setelah sholat kamipun pergi ke kafe untuk makan siang. Dia mengajakku duduk dikursi yang menghadap jendela. Akupun terpaku kembali. Entah apa yang merasukiku hingga aku menjadi sering terpana olehnya.
Kembali secara tiba-tiba dia menyadarkan lamunanku dengan 2 porsi nasi goreng yang entah kapan telah terhidang diatas mejaku. Dengan tersenyum, dia seolah hendak menyuapiku. Rasanya waktu melambat dan dunia hanya milikku.
Segera kutepis ilusiku dengan menggeleng kuat-kuat. Mendadak dengan gerakan cepat dia membelokkan arah sendok dan menyuapkannya ke mulutnya sendiri. "sial, aku ditipu!" geramku. Dan sekali lagi dia hanya tertawa. "mengapa aku marah? Toh dia kan hanya bercanda! Hilangkan saja pikiranmu yang aneh-aneh itu. Tak mungkin dia menyukaimu" usik hatiku. Akupun mengambil piring yang telah berisi nasi goreng itu dan memakannya. Lahap dan tandas!
Siang pun berganti sore.
Beberapa jam lagi Botanical Garden ditutup. Namun, kami masih betah disini, menikmati hawa sejuk pepohonan ini. Akhirnya sambil menunggu waktu, kami memutuskan untuk ke danau. Sesampainya disana, kami hanya duduk di ayunan kecil dipinggir danau. Saling lirik, saling tatap, tanpa sepatah kata. Dan kamipun tertawa bersama-sama, tepatnya menertawakan diri kami masing-masing.
Tiba-tiba dia menarik tanganku dan menuntunku ke tepi danau. Dengan lihainya dia meloncat ke salah satu sampan dipinggir danau. Dia ulurkan tangannya padaku, bermaksud untuk mengajakku. Aku yang awalnya ragu pun menyambut uluran tangannya, menyetujui ajakannya, dan..mulailah ia mendayung.
Kami berdua seolah-olah menjadi sosok Farel dan Luna di film My Heart. Menjadi childish dengan saling menyiram air. Namun aku sangat menikmati moment itu. Segala sesuatu yang ada mulai melambat dan seakan-akan menjadi slide-slide peristiwa yang diputar secara perlahan. Tawanya, senyumnya, matanya, semua tentang dia seolah menjadi sangat nyata di moment itu. Aku tak dapat mengerjapkan mata barang sedetikpun. Tak ingin seluruh moment indah tersebut terbuang sia-sia. Hingga dingin yang menyerbu menyadarkanku dari lamunan. Diapun menepikan sampan dan mengajakku duduk dibangku panjang dekat danau serta membelikanku secangkir coklat panas.
Tanpa diduga dia tiba-tiba mengucapkan cinta padaku, mengutarakan perasaannya. Dingin yang tak seberapa mendadak makin menusuk kulitku yang memang basah oleh air. Seluruh peristiwa yang kami alami mendadak berputar manis di depan mataku. Dan entah darimana pula iringan lagu cinta memenuhi ruang dengarku, mengalir dan berdendang syahdu hingga aku sendiri tak dapat merasakan detak jantung yang makin lama makin berdetak tak beraturan. Lidahku mendadak kelu, bahkan untuk mengucapkan sepatah katapun aku tak bisa. Semua rasa tercampur antara senang, gugup dan malu. Sesaat..aku melirik matahari yang mulai menenggelamkan diri, tanda senja telah datang. Diantara bias emas sang mentari dan pantulan bayangan kami di air danau, aku anggukkan kepala. Aku terima cintanya. Cinta senjakupun tersenyum dan disinilah kisah kami berawal.
***
Panda (girl) :
"Inilah cinta yang hadir diantara bias emas sang senja. Diiringi oleh gemuruh jantung yang detaknya berlomba-lomba untuk keluar dari sang empu, hingga aku dapat merasakan kematian tersenyum manis padaku."
Bambu (boy) :
"Inilah cinta yang hadir diatas sampan sederhana, sesederhana perasaan cinta ini yang menyemai padamu. Karena bahagia itu selalu sederhana. Bersamamu aku merasakan hidup yang sepenuhnya."
***
Panggil kami Panda dan Bambu.
Dua insan yang sama-sama awam dan bodoh tentang cinta.
Dua insan yang sering kali tak dapat bertolak dari masa lalu.
Dua insan yang sebenarnya tak bersama.
Kisah ini hanyalah imajiku, yang disetiap katanya terselip harapan untuk bersama.
Panggil kami Panda dan Bambu.
Biarlah imaji ini tetap hidup, nyata dalam hatiku.
Mungkin inilah yang disebut romansa pujangga. Makin berontak, maka hati makin mengikatmu. Jangan kau lari darinya, karena sejak awalpun ia telah bersemayam di ragamu. Bersiaplah untuk terbang, namun jangan merengek saat kau jatuh :)
Selamat menikmati.
#Aku memanggilnya Bambu..
Tak pernah aku berfikir jika hari ini akan menjadi hari yang membuatku terkena serangan virus merah jambu stadium akhir. Bagaimana tidak, semua kejadian berloncatan dengan indah bagai candu disetiap gerakku.
Pagi itu, dengan tiba-tiba dia mengirim pesan pendek padaku. Tak seperti biasanya, ia mengajakku berjalan-jalan ke Botanical Garden dan berjanji akan menjemputku dirumah.Aku yg tak mempunyai pikiran apa-apa, pun menyetujuinya. Aku bersiap dan berdandan se-normal mungkin. Tak lama kemudian ia pun datang kerumah dengan kuda besinya. Sesaat, aku tertegun dengan penampilannya yang seperti pangeran berkuda dari negeri dongeng. Tampan dan menawan. Sadar akan ke-terpukauan-ku, ia pun tersenyum dan mengamit tanganku, menuntunku pada kuda besinya. Aku yg tertangkap basah, tersenyum malu. Dan kami pun berangkat.
BOTANICAL GARDEN PURWODADI
Abjad-abjad yang terpampang megah dan angkuh menyambut kedatanganku dengannya. Tiba-tiba dia menepuk pundakku dan mengajakku masuk kedalam Botanical Garden dengan 2 tiket yang entah kapan dan darimana telah bertengger manis ditangannya. Dia tersenyum. Mungkin itu senyum mengejek yang ia tujukan untuk ke-khidmatan-ku dalam menikmati keterbengongan akan tempat ini. Ah, cuek sajalah. Kamipun berjalan beriringan memasuki tempat ini. Yah, hanya berjalan. Namun, hal tersebut tak mengurangi kadar keterbengonganku. Bagaimana tidak, seorang sepertiku yang jatuh cinta pada puncak-puncak megah para gunung, disuguhi miniatur hutannya. Excited! Sangat excited! Saat pohon-pohon besar disepanjang jalan seolah menyapa dan menarikan tarian selamat datang untuk kami.
Beberapa orang yang kami jumpai terkadang menyiratkan pandangan "KEPO" terlebih lagi para penjaja. Beberapa pula yang membawa pasangan hanya cuek saja. Ah, aku tetap tak peduli. Bersamanya, aku mengitari tempat yang luasnya berhektar-hektar ini. Berfoto-foto ria, berlarian, bercanda dan bermetamorfosa menjadi seorang yang autis. Sangat seru!
Hingga siang pun menjelang...
Kami memutuskan untuk makan dan sholat. Beberapa kali kami berdebat tentang jalan pulang (jalan besar). Setelah perdebatan yg menguras ludah, tenaga, dan fikiran kamipun menemukan jalan besar. Kembali kami menyusuri jalan tersebut untuk mencari musholla. Tiba-tiba kakiku terasa sakit. Tanpa berfikir 2x, akupun membuka sepatu yg aku kenakan. Dia yg melihat hal tersebut hanya tertawa dan melakukan hal yg sama dengan dalil ingin menemaniku.
Dan bunga-bunga rasa itupun muncul..
Ah, sungguh baik hati dia. Benar-benar teman yang baik hati. Kami berjalan berdua dengan bertelanjang kaki hingga menemukan musholla. Setelah sholat kamipun pergi ke kafe untuk makan siang. Dia mengajakku duduk dikursi yang menghadap jendela. Akupun terpaku kembali. Entah apa yang merasukiku hingga aku menjadi sering terpana olehnya.
Kembali secara tiba-tiba dia menyadarkan lamunanku dengan 2 porsi nasi goreng yang entah kapan telah terhidang diatas mejaku. Dengan tersenyum, dia seolah hendak menyuapiku. Rasanya waktu melambat dan dunia hanya milikku.
Segera kutepis ilusiku dengan menggeleng kuat-kuat. Mendadak dengan gerakan cepat dia membelokkan arah sendok dan menyuapkannya ke mulutnya sendiri. "sial, aku ditipu!" geramku. Dan sekali lagi dia hanya tertawa. "mengapa aku marah? Toh dia kan hanya bercanda! Hilangkan saja pikiranmu yang aneh-aneh itu. Tak mungkin dia menyukaimu" usik hatiku. Akupun mengambil piring yang telah berisi nasi goreng itu dan memakannya. Lahap dan tandas!
Siang pun berganti sore.
Beberapa jam lagi Botanical Garden ditutup. Namun, kami masih betah disini, menikmati hawa sejuk pepohonan ini. Akhirnya sambil menunggu waktu, kami memutuskan untuk ke danau. Sesampainya disana, kami hanya duduk di ayunan kecil dipinggir danau. Saling lirik, saling tatap, tanpa sepatah kata. Dan kamipun tertawa bersama-sama, tepatnya menertawakan diri kami masing-masing.
Tiba-tiba dia menarik tanganku dan menuntunku ke tepi danau. Dengan lihainya dia meloncat ke salah satu sampan dipinggir danau. Dia ulurkan tangannya padaku, bermaksud untuk mengajakku. Aku yang awalnya ragu pun menyambut uluran tangannya, menyetujui ajakannya, dan..mulailah ia mendayung.
Kami berdua seolah-olah menjadi sosok Farel dan Luna di film My Heart. Menjadi childish dengan saling menyiram air. Namun aku sangat menikmati moment itu. Segala sesuatu yang ada mulai melambat dan seakan-akan menjadi slide-slide peristiwa yang diputar secara perlahan. Tawanya, senyumnya, matanya, semua tentang dia seolah menjadi sangat nyata di moment itu. Aku tak dapat mengerjapkan mata barang sedetikpun. Tak ingin seluruh moment indah tersebut terbuang sia-sia. Hingga dingin yang menyerbu menyadarkanku dari lamunan. Diapun menepikan sampan dan mengajakku duduk dibangku panjang dekat danau serta membelikanku secangkir coklat panas.
Tanpa diduga dia tiba-tiba mengucapkan cinta padaku, mengutarakan perasaannya. Dingin yang tak seberapa mendadak makin menusuk kulitku yang memang basah oleh air. Seluruh peristiwa yang kami alami mendadak berputar manis di depan mataku. Dan entah darimana pula iringan lagu cinta memenuhi ruang dengarku, mengalir dan berdendang syahdu hingga aku sendiri tak dapat merasakan detak jantung yang makin lama makin berdetak tak beraturan. Lidahku mendadak kelu, bahkan untuk mengucapkan sepatah katapun aku tak bisa. Semua rasa tercampur antara senang, gugup dan malu. Sesaat..aku melirik matahari yang mulai menenggelamkan diri, tanda senja telah datang. Diantara bias emas sang mentari dan pantulan bayangan kami di air danau, aku anggukkan kepala. Aku terima cintanya. Cinta senjakupun tersenyum dan disinilah kisah kami berawal.
***
Panda (girl) :
"Inilah cinta yang hadir diantara bias emas sang senja. Diiringi oleh gemuruh jantung yang detaknya berlomba-lomba untuk keluar dari sang empu, hingga aku dapat merasakan kematian tersenyum manis padaku."
Bambu (boy) :
"Inilah cinta yang hadir diatas sampan sederhana, sesederhana perasaan cinta ini yang menyemai padamu. Karena bahagia itu selalu sederhana. Bersamamu aku merasakan hidup yang sepenuhnya."
***
Panggil kami Panda dan Bambu.
Dua insan yang sama-sama awam dan bodoh tentang cinta.
Dua insan yang sering kali tak dapat bertolak dari masa lalu.
Dua insan yang sebenarnya tak bersama.
Kisah ini hanyalah imajiku, yang disetiap katanya terselip harapan untuk bersama.
Panggil kami Panda dan Bambu.
Biarlah imaji ini tetap hidup, nyata dalam hatiku.
---
Mungkin inilah yang disebut romansa pujangga. Makin berontak, maka hati makin mengikatmu. Jangan kau lari darinya, karena sejak awalpun ia telah bersemayam di ragamu. Bersiaplah untuk terbang, namun jangan merengek saat kau jatuh :)
Label: Cerita pendek


0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda